Bantahan logis tentang umur Aisyah ketika menikah dengan Rasulullah..
Peristiwa
ini selalu menjadi topik yang ‘hangat’ dalam perdebatan lintas agama, bahkan
termasuk juga di kalangan internal umat Islam sendiri. Bedanya mungkin kalau
dalam konteks debat lintas agama, tujuannya tidak lain untuk menyampaikan
penghinaan dan hujatan kepada pribadi Rasulullah. Sekalipun hal ini sudah
dijawab berulang-ulang oleh umat Islam, namun tetap saja dipermasalahkan oleh
pihak non-Muslim.
Jawaban yang
paling sering kita temukan adalah dengan mengkaji dan menganalisa sanad dari
hadits yang menginformasikan bahwa ketika menikah, Aisyah berusia 6 tahun dan
hidup serumah (diartikan telah melakukan hubungan suami istri) pada umur 9
tahun. Secara keseluruhan terdapat beberapa hadits yang mencatat jelas soal umur
Aisyah ini, termasuk dalam shahih Bukhari dan Muslim, artinya kedua ahli hadits
ini ketika mengumpulkan hadits, menemukan cerita yang sama dari beberapa orang,
lalu ketika ditelusuri jalur periwayatannya, mereka berkesimpulan bahwa
orang-orang yang terlibat dalam ‘menurunkan’ kisah tersebut layak dipercaya.
Makanya Bukhari dan Muslim mencatat hadits ini dengan kategori shahih.
Masalahnya, sekalipun ketika imam Bukhari dan imam Muslim memperoleh banyak
sumber yang menceritakan umur Aisyah tersebut, jalur periwayatannya ternyata
mengerucut kepada 1 orang, yaitu : Hisyam, yang lahir tahun 61H (jadi tidak
bertemu dengan Aisyah yang wafat tahun 57H). Hisyam sendiri mendapatkan cerita
tersebut dari bapaknya : Urwah bin Zubair, salah seorang sahabat yang hidup di jaman
Nabi Muhammad SAW, dia memperoleh kisah tersebut sebagaimana yang diceritakan
Aisyah kepadanya. Jadi sekalipun imam Bukhari dan Muslim menemukan banyaknya
orang yang menceritakan hadits ini, sumbernya adalah 1 orang, melalui Hisyam,
sebagai satu-satunya orang yang memperoleh informasi dari bapaknya Urwah.
Redaksi hadits tersebut menunjukkan Aisyah bercerita kepada Urwah ‘face to
face’, tidak ada orang lain, lalu beberapa tahun kemudian Urwah juga
menceritakan ‘face to face’ kepada anaknya, Hisyam, setelah itu barulah Hisyam
menyampaikan informasi kepada banyak orang.
Disini saja
sudah muncul pertanyaan logis. Peristiwa perkawinan Rasulullah dengan Aisyah
merupakan kejadian yang terbuka dan diketahui oleh masyarakat, sebagaimana
layaknya semua pernikahan yang ada pada waktu itu. Artinya semua orang tentu
mengetahui berapa umur Aisyah ketika menikah, namun tidak satupun orang-orang
di Madinah menginformasikan soal Aisyah yang menikah dengan Nabi pada usia
belia tersebut. Pertanyaan logis berikutnya, Hisyam selama 71 tahun tercatat
tinggal lama di Madinah dan mempunyai banyak murid, termasuk ulama terkenal
yang banyak menceritakan hadits, imam Malik dan imam Hanafi. Imam Malik
misalnya menulis kitab ‘al-Muwaththa’ yang berisi kumpulan hadits yang beliau terima
dan sudah diteliti keshahihannya, cerita tentang umur Aisyah tersebut tidak ada
disana. Ketika ditelurusi semua perawinya, ternyata semuanya merupakan
orang-orang yang tinggal di Irak, artinya Hisyam baru menceritakan kisah ini
setelah berusia 71 tahun dan sudah pindah ke Irak, tempat Hisyam menghabiskan
hari tuanya. Imam Malik sendiri berkomentar :“Hisyam layak dipercaya dalam
semua perkara, kecuali setelah dia tinggal di Iraq“. Bagi anda yang tetap
ngotot untuk membenarkan hadits tentang umur Aisyah ini tentu saja boleh
mengatakan :”Bisa saja Hisyam ketika di Madinah tidak menceritakan kisah ini
dengan berbagai alasan, lalu baru disampaikannya ketika sudah pindah ke
Irak..”. Sekalipun pernyataan tersebut sudah lemah, namun kita terima saja dulu
sebagai salah satu kemungkinan.
Peristiwa
pernikahan antara nabi Muhammad SAW dengan Aisyah terjadi pada masa awal hijrah,
ketika umat Islam yang masih berjumlah sedikit dan lemah, mengungsi dari Makkah
ke Madinah, bahkan tercatat akad nikahnya dilakukan di Makkah sebelum
mengungsi, dan baru berkumpul dengan Rasulullah ketika sudah tinggal di
Madinah. Pertanyaan logisnya adalah :”Apakah dalam masyarakat Arab waktu itu
lumrah menikahkan anak perempuan mereka dalam usia 6 atau 9 tahun..?”. Tidak
ada catatan kalau hal tersebut menjadi adat-istiadat mereka, dipastikan kalau
itu yang terjadi maka ini menjadi suatu peristiwa yang luar-biasa yang akan
banyak diperbincangkan orang. Para musuh-musuh Islam di Makkah pasti akan
menjadikan pernikahan ini sebagai ’sasaran tembak’ untuk menyerang Islam yang
masih lemah. Tindakan Rasulullah bisa dinilai sebagai sesuatu yang kontra-produktif
terhadap syi’ar Islam, pada keadaan beliau bisa memilih wanita lain yang
berumur layak untuk dinikahi dan tidak akan menimbulkan masalah. Sebagai
perbandingan, ketika Aa Gym melakukan poligami beberapa tahun lalu,
popularitasnya langsung menurun, jamaah pengajian langsung sepi, padahal beliau
menjalankan sesuatu yang dibolehkan dalam syari’at, namun karena dalam
masyarakat tertanam nilai-nilai yang menganggap poligami merupakan tindakan
yang tidak tepat dan didasari nafsu, maka para ibu-ibu pengikut acara
pengajiannya pada kabur, apalagi kalau seandainya Aa Gym melakukan tindakan
yang bertentangan dengan norma-norma agama. Tidak tercatat adanya serangan dari
musuh-musuh Islam di Makkah terhadap pernikahan ini, juga tidak tercatat adanya
’eksodus’ para pengikut Rasulullah untuk kembali murtad, termasuk juga pada
orang-orang di Madinah yang merupakan masyarakat yang baru menerima Islam.
Anda mungkin
bisa saja tetap ngotot dengan mengatakan :”Nabi Muhammad SAW telah menyihir
para pengikutnya dengan mengatakan pernikahan tersebut merupakan perintah
Tuhan, lalu membuat mereka takut untuk membantah. Tujuannya jelas karena ingin
menyalurkan hasratnya yang pedofilia”. Pertanyaan logisnya adalah :”Kalau
memang beliau memiliki kecenderungan pedofilia, lalu mengapa pada awalnya
Rasulullah malah menikahi Siti Khadijah yang berumur lebih tua..??”. Anda
mungkin berkelit :”Kecenderungan tersebut muncul setelah beliau menjadi nabi,
ketika Khadijah sudah meninggal dunia..”. Kembali lagi muncul pertanyaan logis
:”Setelah Khadijah wafat, Rasulullah melakukan poligami dengan 10 orang istri.
Faktanya yang tercatat berumur 6 tahun hanyalah Aisyah, kalau memang mau
mengikuti kecenderungan tersebut maka pastinya bukan hanya Aisyah yang dinikahi
ketika berusia dibawah umur. Rasulullah bisa menikahi Aisyah, lalu apa sulitnya
beliau menikahi wanita muda lain dengan alasan yang sama..??”. Alasan pedofilia
menjadi tidak akurat dalam menghadapi fakta pernikahan Rasulullah tersebut.
Lalu ada
keberatan lain :”Tidak layak seorang tua berumur 60 tahun menikahi gadis belia
belasan tahun. Orang tua yang sudah uzur dan loyo seharusnya memikirkan yang
lain..”. Anehnya soal nikah beda usia ini terjadi sampai sekarang dan tidak
pernah jadi masalah. Anda tahu Rod Stewart, si penyanyi idola..?? dia menikah
untuk ketiga kalinya tahun 2007 dalam usia 62 tahun dengan seorang model yang
lahir tahun 1971. Mick jagger masih loncat-loncatan di panggung musik pada
usianya yang menjelang 70 tahun. Tidak usah jauh-jauh, Ahmad Albar si rocker
gaek, masih pakai kaos buntung dan masih wara-wiri berteriak :”Rock di
udara..!!!”. Bahkan dalam khazanah Kristen (sekalipun berapa usia persisnya
masih diperdebatkan) Bunda Maria berusia belasan tahun ketika menikah dengan
Jusuf si tukang kayu yang sudah tua, diantara mereka terbentang jarak usia yang
panjang. Sekali lagi, aneh kalau mempermasalahkan soal beda usia antara nabi
Muhammad dengan Aisyah.
Soal berapa
sebenarnya usia wanita yang layak untuk menikah juga menjadi pertanyaan. Secara
biologis, wanita dikatakan layak untuk menikah ketika sudah mengalami
menstruasi karena fisiknya sudah bisa melakukan pembuahan. Dunia kesehatan
mengatakan wanita mengalami haid/menstruasi pertama kali secara normal
pada usia 8 tahun. Secara sosial terjadi perbedaan tergantung waktu/jaman
dan tempat. Jaman kakek-nenek kita dulu, wanita tamat SD sudah layak menikah,
bahkan ketika umur 20 tahun masih belum juga punya suami, maka dikatakan
orang-orang suda tidak lazim. Jaman sekarang usia yang pantas menikah menjelang
30 tahun. Pada abad-19 di Amerika, masyarakat menerima pernikahan wanita pada
umur 10 tahun, pada tahun 1930 terdapat 12 negara bagian di AS yang membolehkan
wanita berumur 12 tahun untuk menikah atas ijin orang-tua. Secara psikologis
juga tidak bisa ditetapkan standardnya, wanita bisa saja secara matang
menghadapi pernikahan dalam umur belasan, dilain pihak ada yang sudah tua
bangka tetap saja tidak mampu menghadai perkawinan secara dewasa.
Dalam dunia
Islam, pernikahan Rasulullah dengan Aisyah ini sebenarnya sesuatu hal yang ’tidak
penting’, ini hanya soal pribadi beliau yang memiliki istri diantara banyaknya
istri-istri yang lain. Pernikahan seperti ini bukan merupakan suatu syari’at
yang harus diikuti, makanya umat Islam tidak menyatakan menikahi wanita dalam
usia muda dan memiliki perbedaan umur yang jauh sebagai suatu keutamaan.
Silahkan saja anda lirik kaum Muslim di sekeliling anda, apakah mereka
mempraktekkan pernikahan model seperti ini sebagai suatu keutamaan. Paling si
Syekh Puji saja yang bakalan mengatakan ini sebagai ’sunnah rasul’. Kalau
kemudian umat Islam memperoleh hikmah dibalik pernikahan ini, memang
demikianlah faktanya. Aisyah adalah wanita yang cerdas dan karena punya
perbedaan usia yang jauh dengan Rasululah, beliau hidup lama setelah kepergian
nabi Muhammad SAW. Dari beliaulah umat Islam banyak menerima hadist-hadits
tentang kehidupan rumah-tangga, soal hubungan suami-istri, soal wanita dalam
menghadapi masa haid/menstruasi, termasuk juga soal adab Rasulullah untuk
membersihkan diri, mandi wajib, shalat tahajud..
Kengototan
pihak non-Muslim untuk terus mempermasalahkan pernikahan ini tidak lain hanya
didasari niat mau menghina dan menghujat, dan itu ditujukan bukan kepada ajaran
Islam tapi semata-mata diarahkan kepada pribadi Rasulullah, orang yang sama
sekali tidak berhubungan dengan mereka, tidak pernah bertemu, hidup digurun
pasir Arab ribuan tahun lalu. Sikap ini menunjukkan ketika selalu mempersoalkan
perkawinan Rasulullah dengan Aisyah ini, mereka sama sekali tidak mempunyai
niat untuk menyampaikan kebenaran atau meluruskan yang salah.
Arda Chandra Article
Tidak ada komentar:
Posting Komentar